https://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/issue/feedWidya Bhumi2024-10-09T13:54:24+07:00Rohmat Junartojurnalwidyabhumi@stpn.ac.idOpen Journal Systems<p>Widya Bhumi is an open access journal published by Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional in Yogyakarta, Indonesia. Widya Bhumi is published online twice a year, in April-September and October-May, with online <a title="online ISSN" href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20210608202167535">ISSN: 2797-765X</a>. Widya Bhumi welcomes original and well-written manuscripts relating to land management and land administration.</p> <p>Manuscripts can be in the form of research articles, case study articles, empirical studies articles.</p> <p> </p> <p> </p>https://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/104Tinjauan Bibliometrik pada Google Scholar: Tren Publikasi tentang Reforma Agraria di Indonesia2024-08-13T08:53:33+07:00Ikhwan Amriikhwan.amri@mail.ugm.ac.idElsa Widuraelsa.widura@atrbpn.go.idFauziah Larasatifauziahlarasati79@gmail.com<p><em>Agrarian reform has long interested scholars from numerous fields, but its research development has not been mapped. This study uses bibliometrics to discover Indonesian agricultural reform research trends. Publish or Perish and Google Scholar database were used to acquire data. Data analysis includes data profiles and research trends, top publication, author, and cited article sources, and text mapping. Researchers found 345 documents from 1962–2024, with research trends rising after 2018. BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan has the most articles on this topic, and MN Salim contributes the most. The most-cited article is "Claiming the Grounds for Reform: Agrarian and Environmental Movements in Indonesia". Bibliometric network analysis identified four abstract term clusters: legislation and policy, institutions and actor collaboration, agrarian reform program implementation, and others. These findings are useful for Indonesian agrarian reform scholars and practitioners.</em></p> <p>Reforma agraria sejak lama telah menarik perhatian para peneliti dari berbagai disiplin, akan tetapi belum ada yang memetakan perkembangannya penelitiannya. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tren dan perkembangan penelitian mengenai reforma agraria di Indonesia melalui tinjauan bibliometrik. Pengumpulan data penelitian melibatkan <em>Software Publish or Perish</em> dan mengandalkan <em>database Google Scholar</em>. Analisis data mencakup tiga bagian yaitu: (1) profil data dan tren penelitian, (2) sumber publikasi utama, penulis terkemuka, dan artikel dengan sitasi terbanyak, serta (3) pemetaan teks. Sebanyak 345 dokumen dari tahun 1962-2024 berhasil diidentifikasi, dengan tren penelitian meningkat signifikan sejak tahun 2018. Jurnal dengan jumlah artikel terbanyak pada topik ini ditemukan pada BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan, sementara penulis yang paling banyak kontribusinya adalah MN Salim. Artikel yang paling berpengaruh dari segi sitasi berjudul "<em>Claiming the Grounds for Reform: Agrarian and Environmental Movements in Indonesia</em>". Berdasarkan analisis tinjauan bibliometrik berbasis jaringan, ada empat klaster yang terbentuk dari kumpulan istilah dalam abstrak: (1) hukum dan kebijakan, (2) kelembagaan dan kolaborasi antar aktor, (3) implementasi program reforma agraria, dan (4) lainnya. Temuan ini memberikan wawasan yang berharga bagi para akademisi dan praktisi yang terlibat dalam studi dan implementasi reforma agraria di Indonesia.</p>2024-10-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Ikhwan Amri, Elsa Widura, Fauziah Larasatihttps://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/102Diversifikasi Usaha untuk Keberlanjutan Lingkungan dalam Kerangka Reforma Agraria melalui Pertanian Karbon2024-08-08T13:29:24+07:00Hadi Arnowoh_arnowo@yahoo.com<p><em>The accelerating pace of climate change has prompted many countries to reduce carbon emissions through carbon farming. Carbon farming plays a crucial role in climate change mitigation by absorbing carbon while also offering economic benefits to farmers. This study aims to examine the mechanisms of carbon farming practices within the framework of agrarian reform. A descriptive qualitative method was employed, collecting data from relevant regulations, scientific papers, and activity reports. Carbon farming is implemented through agroforestry, forest land farming, and environmentally friendly mixed farming. Land designated for carbon farming can be granted rights according to the type of subject. On a large scale, communal carbon farming or partnerships with private companies through nucleus-plasma schemes provide direct financial benefits. Meanwhile, small-scale carbon farming enhances soil fertility and promotes sustainable agriculture. Although carbon farming has yet to fully benefit farmers, it holds potential as part of a sustainable farming movement and land conservation efforts. Sustainable farming aligns with agrarian reform by ensuring the continuous use of land. Therefore, farmers involved in agrarian reform can also reap the rewards of carbon farming.</em></p> <p>Percepatan perubahan iklim global mendorong banyak negara untuk mengurangi emisi karbon melalui praktik pertanian karbon. Pertanian karbon berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim dengan menyerap karbon sekaligus memberikan keuntungan ekonomi bagi petani. Kajian ini bertujuan menelaah mekanisme pelaksanaan pertanian karbon oleh masyarakat dalam kerangka reforma agraria. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data dari peraturan terkait, tulisan ilmiah, dan laporan kegiatan. Pertanian karbon dilakukan melalui agroforestri, pertanian lahan hutan, dan pertanian campuran yang ramah lingkungan. Lahan untuk pertanian karbon dapat diberikan hak sesuai subjeknya. Skala luas pertanian karbon yang dikelola secara komunal atau melalui kerja sama dengan perusahaan swasta menggunakan pola inti-plasma dapat memberikan keuntungan langsung. Sementara itu, pertanian karbon skala terbatas bermanfaat bagi kesuburan tanah dan pertanian berkelanjutan. Meskipun pertanian karbon belum memberikan manfaat besar bagi petani, konsep ini dapat menjadi bagian dari gerakan pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan lahan secara lestari. Pertanian berkelanjutan relevan dengan reforma agraria, yang bertujuan menjamin pemanfaatan lahan secara terus menerus, sehingga petani peserta reforma agraria juga dapat memperoleh manfaat dari praktik pertanian karbon.</p>2024-10-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Hadi Arnowohttps://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/105Dinamika Legalisasi Tanah Desa di Kabupaten Sleman, Yogyakarta: Pengaturan, Pelaksanaan, dan Implikasinya2024-08-13T08:52:55+07:00Dimas Bayu Candra Prasetyadimasbayucandrap@gmail.comDian Aries Mujiburohmanesamujiburohman@stpn.ac.idYohanes Supamayohanes@stpn.ac.id<p><em>Legal uncertainty in the legalization of village land in DIY arises from differences between national and regional regulations. This study examines the legalization of village land in Sleman, Yogyakarta, from the aspects of regulation, implementation, and its implications. The research method employed is a normative-empirical legal analysis focusing on regulations related to village land and their ontological basis. The findings show that the regulation of village land in the Special Region of Yogyakarta (DIY) has undergone changes since the pre-independence era, during which land was under the authority of the Kasultanan and Pakualaman with limited usage rights. After independence, DIY gained special rights in agrarian management, reinforced by the DIY Privileges Law (UUK). However, the implementation of the Basic Agrarian Law (UUPA) in DIY was delayed until 1984. Significant changes in village land regulations, from the 2008 to 2024 Governor’s Regulations, reveal inconsistencies with national land laws and the Village Law. This creates challenges in legal synchronization, where the UUK, as lex specialis, may lead to legal uncertainty in the legalization and certification of village land. These findings provide valuable input for policy development to strengthen the legal framework for village land and improve community welfare through better land management.</em></p> <p>Ketidakpastian hukum dalam legalisasi tanah desa di DIY timbul dari perbedaan pengaturan nasional dan daerah. Penelitian ini mengkaji legalisasi tanah desa di Sleman, Yogyakarta, dari aspek pengaturan, pelaksanaan, dan implikasinya. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif-empiris dengan analisis terhadap peraturan terkait tanah desa dan dasar ontologis penetapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tanah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mengalami perubahan sejak masa pra-kemerdekaan, di mana tanah berada di bawah otoritas Kasultanan dan Pakualaman dengan hak pakai terbatas. Setelah kemerdekaan, DIY memperoleh hak istimewa dalam pengaturan agraria, diperkuat oleh Undang-Undang Keistimewaan DIY (UUK DIY). Namun, implementasi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di DIY baru terlaksana pada 1984. Peraturan tanah desa mengalami perubahan signifikan dari Peraturan Gubernur DIY tahun 2008 hingga 2024, mencerminkan ketidaksesuaian dengan hukum nasional dan Undang-Undang Desa. Hal ini menimbulkan tantangan dalam sinkronisasi hukum, di mana UUK DIY sebagai lex specialis berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dalam legalisasi dan sertifikasi tanah desa. Temuan ini memberikan masukan bagi kebijakan untuk memperkuat kerangka hukum tanah desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan tanah yang lebih baik.</p>2024-10-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Dimas Bayu Candra Prasetya, Dian Aries Mujiburohman, Yohanes Supamahttps://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/109Evaluasi Dampak Ketidaksesuaian LSD dengan RTRW Terhadap Pembangunan dan Pertanian di Karanganyar2024-10-03T16:12:01+07:00Harun All Rositharunallrosit@gmail.comNuraini Aisiyahnuraini_ic@stpn.ac.id<p><em>The government has implemented a Protected Rice Land (LSD) policy to ensure the preservation of rice fields for national food security and to regulate land conversion. The determination of LSD often diverges from spatial planning (RTR), impacting multiple sectors, including investment and public services. This study seeks to align LSD policies to enhance food security and promote investment, particularly via the issuance of Suitability for Space Utilization Activities (KKPR). This study employs mixed methods to evaluate the compatibility of the LSD with the RTRW in Karanganyar Regency, revealing that 66.63% of the LSD area aligns with the RTR, while 33.37% does not. The Matesih District exhibits a discrepancy of 4.38%. The variations in LSD clauses within Land Technical Considerations (PTP) indicate their influence on KKPR services, with 45.5% of PTP categorized under the LSD area during the period of 2022-2024. Although there is minimal effect on agriculture and development, this discrepancy can be rectified through LSD verification evaluations and the enforcement of stringent policies in non-compliant areas. Recommendations involve reassessing inappropriate LSD areas, standardizing clauses, and offering incentives to ensure alignment of LSD policies with the RTR, thereby enhancing the effectiveness of public services.</em></p> <p>Pemerintah telah menerapkan kebijakan Lahan Sawah Terlindung (LSD) untuk menjamin kelestarian lahan sawah demi ketahanan pangan nasional dan mengatur alih fungsi lahan. Penentuan LSD seringkali menyimpang dari perencanaan tata ruang (RTR), sehingga berdampak pada berbagai sektor, termasuk investasi dan pelayanan publik. Kajian ini berupaya menyelaraskan kebijakan LSD untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mendorong investasi, khususnya melalui penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed method) untuk menilai kesesuaian LSD dengan RTRW di Kabupaten Karanganyar, yang menunjukkan bahwa 66,63% wilayah LSD sesuai dengan RTR, sedangkan 33,37% tidak. Kecamatan Matesih menunjukkan kesenjangan sebesar 4,38%. Variasi klausul LSD dalam Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) menunjukkan pengaruhnya terhadap pelayanan KKPR, dimana 45,5% PTP masuk dalam kawasan LSD pada periode 2022-2024. Meskipun dampaknya minimal terhadap pertanian dan pembangunan, kesenjangan ini dapat diperbaiki melalui evaluasi verifikasi LSD dan penegakan kebijakan yang ketat di wilayah yang tidak patuh. Rekomendasinya mencakup penilaian ulang bidang LSD yang tidak sesuai, standarisasi klausul, dan penawaran insentif untuk memastikan keselarasan kebijakan LSD dengan RTR, sehingga meningkatkan efektivitas layanan publik.</p>2024-10-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Harun All Rosit, Nuraini Aisiyahhttps://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/111Transformasi Penggunaan Lahan dan Dampak Sosial Budaya Proyek Reklamasi di Tanjungpinang Kota2024-10-09T13:54:24+07:00Muhammad Dhahlanmuhammaddhahlan4@gmail.comRamadhani Naufal Na’afiramadhanithok87@gmail.comYosia Putra Nababanyosiaptraaa12@gmail.com<p><em>Indonesia, an archipelago with abundant agricultural and marine resources, is witnessing land-use changes due to socio-economic shifts, population increase, and development pressures, notably in coastal areas like Tanjungpinang Kota District. This district's stilt house settlements or fishermen's dwellings must cohabit with the Gurindam 12 (G12) reclamation project, which may influence their development. This study will examine how the G12 reclamation project affected land-use changes and stilt house settlement sustainability. A descriptive quantitative approach using Cellular Automata and Artificial Neural Networks (CA-ANN) predicted land use in 2038. A buffer analysis assessed residential areas' extreme wave disaster risk. The results show significant land-use changes between 2014 and 2023, particularly surrounding stilt houses. Ca-ANN study shows that the G12 reclamation project is affecting settlement patterns, especially in high-risk coastal locations. This study found that the CA-ANN approach accurately identifies land-use change trends and assesses reclamation efforts.</em></p> <p>Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kekayaan alam dan wilayah perairan yang diakui dunia menghadapi perubahan penggunaan lahan yang dipicu oleh transformasi sosial-ekonomi, pertumbuhan penduduk, serta tekanan pembangunan, terutama di wilayah pesisir seperti Kecamatan Tanjungpinang Kota. Permukiman di atas air laut (pelantar) ini harus beradaptasi dengan proyek reklamasi Gurindam 12 (G12) yang dilaksanakan oleh pemerintah, yang kemungkinan besar mempengaruhi perkembangan permukiman pelantar tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak proyek reklamasi G12 terhadap perubahan penggunaan lahan dan keberlanjutan permukiman pelantar. Peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan mengintegrasikan <em>Cellular Automata</em> dan <em>Artificial Neural Networks</em> (<em>CA-ANN</em>) untuk memprediksi penggunaan lahan hingga tahun 2038 serta menganalisis kerentanan permukiman pelantar terhadap risiko bencana gelombang ekstrem menggunakan <em>buffer analysis</em>. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode 2014-2023 terjadi perubahan penggunaan lahan yang berdampak pada kebijakan pengelolaan pesisir dan perencanaan pembangunan berkelanjutan, terutama kehidupan sosial budaya masyarakat pelantar. Analisis menggunakan metode <em>CA-ANN</em> memperkuat temuan ini dan menunjukkan bahwa proyek reklamasi G12 mempengaruhi pola permukiman masyarakat, terutama di daerah pesisir yang berisiko tinggi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode CA-ANN efektif dalam mengidentifikasi pola perubahan lahan dan memberikan gambaran akurat mengenai dampak faktor-faktor seperti proyek reklamasi.</p>2024-10-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Muhammad Dhahlan, Ramadhani Naufal Na’afi, Yosia Putra Nababanhttps://jurnalwidyabhumi.stpn.ac.id/index.php/JWB/article/view/108Pengaruh Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan, Lingkungan, dan Keberlanjutan Pertanian di Kabupaten Sleman2024-10-03T16:20:19+07:00Indriana Diani Putriindrianadiani8@gmail.comRochmat Martantorochmatmartanto@stpn.ac.idRohmat JunartoRohmatjunarto@stpn.ac.id<p><em>Land conversion in Sleman Regency is on the rise, driven by population growth, economic development, and urbanization, posing risks to food security, farmer welfare, and environmental sustainability. This study seeks to assess the effects of land conversion and effective management strategies to ensure sustainable food security. The employed methods consist of image interpretation, observation, interviews, and document analysis, complemented by quantitative analysis to assess changes in land area and distribution patterns of land conversion. The research findings indicate that land conversion in Sleman exhibits a clustered pattern, leading to a decrease in agricultural land area. This reduction impacts food security, environmental quality, and biodiversity while simultaneously increasing land value and the cost of living. Food security zoning has been categorized into three distinct types: convertible land zones, characterized by low food security, located in Depok, Ngaglik, and Mlati; buffer land zones found in Godean, Ngemplak, and Berbah; and land designated for sustainable agriculture, situated in Turi, Pakem, Cangkringan, Tempel, Kalasan, Prambanan, Seyegan, Minggir, and Moyudan. Strategies for controlling land conversion encompass spatial planning regulations, LP2B protection, cross-sector collaboration, community participation, and regular monitoring and evaluation by pertinent agencies. Land conversion adversely affects food security and environmental conditions in Sleman. Effective control strategies are essential for achieving a balance among development, environmental sustainability, and community welfare.</em></p> <p>Alih fungsi lahan di Kabupaten Sleman meningkat akibat pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan urbanisasi, yang mengancam ketahanan pangan, kesejahteraan petani, serta keberlanjutan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak alih fungsi lahan dan strategi pengendalian yang tepat untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan. Metode yang digunakan meliputi interpretasi citra, observasi, wawancara, dan studi dokumen, dengan analisis kuantitatif untuk mengukur perubahan luas lahan dan pola persebaran alih fungsi lahan. Hasil penelitian menunjukkan alih fungsi lahan di Sleman berpola mengelompok, mengakibatkan pengurangan luas lahan pertanian yang mempengaruhi ketahanan pangan, kualitas lingkungan, keanekaragaman hayati, serta peningkatan nilai tanah dan biaya hidup. Zonasi ketahanan pangan diidentifikasi menjadi tiga: Zona Convertible Land (ketahanan pangan rendah) di Depok, Ngaglik, dan Mlati; Zona Buffer Land di Godean, Ngemplak, dan Berbah; serta Zona Land For Sustainable (pertanian berkelanjutan) di Turi, Pakem, Cangkringan, Tempel, Kalasan, Prambanan, Seyegan, Minggir, dan Moyudan. Strategi pengendalian alih fungsi lahan meliputi peraturan tata ruang, perlindungan LP2B, kolaborasi lintas sektor, partisipasi masyarakat, serta pengawasan dan evaluasi rutin oleh instansi terkait. Alih fungsi lahan berdampak negatif pada ketahanan pangan dan lingkungan di Sleman. Diperlukan strategi pengendalian yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.</p>2024-11-04T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Indriana Diani Putri, Rochmat Martanto, Rohmat Junarto